Press Release Forum Diskusi Cendekia (FDC) : Hutan Adat, Warisan Untuk Siapa?

Hutan adat adalah hutan yang ada di wilayah adat. Luasan hutan adat saat ini adalah 64% dari 7,4 juta hektar wilayah adat yang sudah dipetakan oleh AMAN (Aliansi Masyarakat Adat Nusantara), bagi masyarakat adat, Hutan Adat menjadi kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Hutan menjadi bagian dari kehidupan masyarakat adat yang telah menopang kehidupan sehari-hari, dan juga titipan bagi generasi yang akan datang.

Sayangnya berbagai kasus pengrusakan hutan adat masih terus terjadi dan belum mendapatkan perhatian penuh dari pihak pemerintah. Salah satu kasus terbaru, yaitu terjadinya kerusakan hutan sakral Suku Baduy Dalam di Gunung Liman, Kecamatan Cirinten, Lebak, Banten.

Kejadian tersebut tentunya menimbulkan reaksi dari berbagai pihak pemerhati lingkungan dan masyarakat adat, serta menimbulkan pertanyaan sebenarnya apa urgensi dari hutan adat bagi masyarakat umum dan apa yang seharusnya dilakukan?

Maka untuk menjawab hal tersebut Gerakan Muda Cendekia melalui Forum Diskusi Cendekia mengajak setiap unsur dari mulai Akademisi, Praktisi dan Masyarakat secara umum bersama-sama mengkaji Hutan Adat, Warisan Untuk Siapa?

Pada kesempatan ini Forum Diskusi Cendekia (FDC) dilaksanakan secara virtual pada Hari Jum’at (17/09/2021) pukul 19:00 WIB melalui room meeting zoom. Forum Diskusi Cendekia (FDC) ini berlangsung dengan lancar dan meriah berkat dukungan dari semua  peserta FDC, para anggota Garda Cendekia, serta pemuda pemudi pecinta Literasi.

Forum Diskusi Cendekia dimulai dengan pembukaan yang di buka  oleh Teti Damayanti sebagai host dan jalannya kegiatan di pandu oleh Siva Nuralita sebagai moderator, tentunya mereka adalah anggota dari Gerakan Muda Cendekia. Dalam kesempatan ini, Kegiatan FDC menghadirkan pemantik atau pemateri yang sangat luar biasa untuk memberikan pengetahuan mengenai Hutan Adat. Beliau merupakan aktivis masyarakat adat yaitu sebagai Sekretaris Adat Kasepuhan Cisungsang, Wakil Ketua SABAKI (Kesatuan Adat Banten Kidul), Pengurus Perkumpulan Nelayan Bayah, serta beliau menjadi Sekretaris Pelaksana Jaringan Masyarakat Peduli Bayah yaitu bapak Henriana Hatra Wijaya, S.Pd atau lebih familiar di kenal kang Nochi.

Pemateri memulai uraiannya dengan memaparkan penjelasan apa itu hutan adat? Adapun penuturan pemateri bahwa “Hutan Adat adalah hutan yang berada pada wilayah adat, bagi masyarakat adat, hutan adat menjadi kesatuan yang tidak bisa di pisahkan. Sesuai dengan pernyataan tersebut maka ini menjadi keselarasan dengan tema kegiatan FDC kali ini yaitu “ Hutan Adat, Warisan Untuk Siapa?”

Pemateri menyampaikan  bahwa Masyarakat adat sudah ada jauh sebelum Indonesia Merdeka dan sebelum penjajah masuk ke Indonesia, yang kemudian adanya pengakuan dari pemerintah Dalam UUD 1945 Pasal 18 B. Adapun untuk Masyarakat Adat di Banten ada di Kabupaten Lebak dan Pandeglang yaitu masyarakat adat kanekes dan masyarakat adat kasepuhan, dengan adanya pengakuan dari pemeritah yaitu PERDA Kab.  lebak No. 32 Tahun 2001 dan PERDA Kab. Lebak No. 8 Tahun 2005.

Dewasa ini, hutan adat bukan lagi dipandang sebagai identitas masyarakat, melainkan sumber wilayah ekonomi, sehingga hal ini menimbulkan banyak persoalan untuk masyarakat adat itu sendiri. Selain itu, persoalan penggunaan hutan adat atau masyarakat adat menyebutnya leuweung titipan yang sudah banyak beralih fungsi menjadi kawasan industri, seperti leuweung titipan yang ada di daerah Bayah Kabupaten Lebak-Banten.

Saat ini, kondisi hutan di sekitar leuweung titipan tersebut memang sudah kritis karena wilayah itu masuk dalam perum perhutani, perkebunan gunung madur, serta area PT. Cemindo Gemilang. Pihak kasepuhan mengalami kesulitan karena di kuasai oleh pihak lain yang mendapat izin dari pemerintah

Diskusi semakin hidup setelah banyaknya penuturan materi yang disampaikan oleh narasumber, dimana Sebenarnya peran kehadiran hutan adat memiliki 5 keterhubungan yaitu diantarnya Manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa, Leluhur, Alam, Sesama Manusia dan Makhluk Lain (hewan dan tumbuhan).

Maka dengan berbagai persoalan banyak menimbulkan reaksi peserta melalui berbagai pendapat dan pertanyaan yang menjadi bahan diskusi dalam forum ini, seperti yang ditanyakan oleh Lista Fauziah “bagaimana usaha dalam pembentukan regulasi untuk mengembalikan hutan adat?”

Upaya pengembalian itu, bahwa Negara memberikan syarat untuk pengembalian dan pengakuannya harus mempetakan wilayah adat yang selanjutnya menjadi acuan pemerintah untuk dijadikan sebuah regulasi atau peraturan “jawab pemateri”.

Diskusi terus mengalir dengan berbagai pendapat dan solusi yang ditawarkan, bahwa peran kita adalah untuk menjaga lingkungan salah satunya mendukung terjaganya hutan adat, karena kita percaya bahwa jika kawasan hutan adat dirusak dan diganggu, maka bencana akan datang, sehingga bencana itu akan berdampak pada keberlangsungan hidup masyarakat adat dan pada akhirnya akan berpengaruh buruk terhadap kehidupan umat manusia di bumi.

Forum Diskusi Cendekia mengundang ketertarikan banyak peserta, namun demikian moderator mebatasi waktu diskusi sampai pukul 21:30 WIB, maka narasumber dalam menutup materinya mengucapkan rasa syukur serta ucapan terimakasih kepada semua peserta yang telah bergabung dan berdiskusi pada Forum Diskusi Cendekia (FDC) kali ini. Dengan demikian moderator mengembalikan Forum Diskusi Cendekia kepada host dan kegiatan ditutup dengan penuh rasa syukur.

Untuk mengakses materi dari FDC kali ini, teman teman dapat mengunduhnya dengan menekan link di bawah

Penulis : Doni Aulia Fahmi (Pengurus Pengembangan Sumberdaya Organisasi Garda Cendekia)

Komentar

  1. Diskusi yg membahas isu yg seksi ini tuh. Terbukti sama peserta yg ikut banyak, bahkan dr luar Kab. Lebak. Malam itu ramai…

  2. Semoga Garda Cendekia terus melaksanakan kegiatan yang seperti ini, membahas isu terhangat yang menjadi perbincangan publik

  3. Pembahasan yang menarik rupanya. 😉

Tinggalkan Balasan