CERITA VOLUNTEERING DI TANAH KELAHIRAN

Halo semuanya… Apa yang kamu bayangkan saat mendengar kata ‘desa’? Mungkin sawah, pepohonan, dan kehidupan yang sederhana. Tapi, bagaimana jika aku katakan bahwa di balik keindahan alam yang menenangkan, ada banyak cerita inspiratif dan tantangan yang menarik? Itulah yang aku temukan selama mengikuti program Garda Bersama Desa Batch 4. Sebelumnya perkenalkan nama aku Nurhidayatillah, biasa dipanggil Nur. Sebagai seorang mahasiswa yang haus akan pengalaman, aku memutuskan untuk terjun langsung ke masyarakat. Sebagai relawan baru aku menemukan bahwa tantangan terbesar dalam hidup bukanlah ujian akhir semester, melainkan bagaimana kita bisa memberikan dampak positif bagi sesama. Bersama Garda Bersama Desa Batch 4, aku menemukan diriku di Kp. Pasirsalam, Desa Cilograng. Di balik keindahan alamnya yang memukau, desa ini menyimpan cerita dan tantangan yang tak terduga.

Ini adalah pengalaman pertamaku dalam volunteering pada kegiatan pengabdian masyarakat. Awalnya, aku melihat poster di grup WhatsApp yang bertuliskan “Garda bersama Desa batch 4”.  Setelah aku cari tahu lebih dalam, ternyata Garda bersama desa adalah sebuah program pengabdian masyarakat yang digagas oleh Garda Cendekia.  Gerakan Muda Cendekia adalah sebuah lembaga kepemudaan yang berfokus pada pergerakan pemuda, menjadi pelopor gerakan yang tepat guna serta berkelanjutan demi kesejahteraan masyarakat melalui optimaliasi 6 Dasar Literasi. Akhirnya, aku mulai tertarik untuk mengikuti kegiatan tersebut, dan mendaftarkan diri. Setelah mengikuti serangkaian pendaftaran, aku dinyatakan lolos. Awalnya agak ragu untuk mengkonfirmasi keikutsertaan, karena sebelumnya belum pernah mengikuti kegiatan semacam itu di tanah kelahiranku sendiri. Tapi setelah menyakinkan diri karena mendapat izin dari kedua orang tua yang memperbolehkan ikut kegiatan tersebut, aku langsung mengkonfirmasi kepada penyelenggara jika aku bisa mengikuti kegiatan tersebut. Kemudian, aku masuk ke dalam grup koordinasi di Whatsapp.

Jumlah peserta yang mengikuti kegiatan tersebut sekitar 30 orang lebih yang akan melakukan pengabdian di Kp. Pasirsalam, Desa Cilograng, Lebak, Banten. Di desa tersebut, kami dibagi ke dalam empat (4) divisi yaitu Sosial & Kesehatan, Pendidikan, dan Lingkungan Hidup. Setelah itu, aku memilih divisi Sosial & Kesehatan yang pertama dan yang kedua divisi Pendidikan. Akhirnya, aku mendapatkan divisi Sosial & Kesehatan yang memang aku pilih terlebih dahulu.

Kurang lebih satu bulan sebelum keberangkatan, kami mulai berdiskusi mengenai program kerja yang akan dilaksanakan pada lokasi pengabdian. Diskusi dilakukan secara online melalui platform online meeting yaitu menggunakan zoom meeting/google meet. Kami berhasil menyusun beberapa program kerja yang siap dilaksanakan dari masing-masing divisi untuk dibawa dalam diskusi secara bersama-sama dengan peserta lain.

H-1 sebelum keberangkatan pun tiba, pada tanggal 12 Juli 2024, aku berangkat sendiri dari rumah menggunakan motor dengan jarak kurang lebih 144 KM dan memakan waktu sekitar 5 jam di perjalanan, dikarenakan meeting point kami berada di saung Garda Cendekia. Hari H keberangkatan pun tiba pada tanggal 13 Juli 2024, Aku dan beberapa rekanku berangkat lebih awal untuk mempersiapkan tempat di sana. Perjalanan menuju desa terpencil ini bagaikan petualangan tersendiri untukku. Jalanan yang dilalui sangat ekstrem, penuh dengan tanjakan dan turunan curam serta bebatuan besar. Kendaraan harus ekstra hati-hati melintasi medan yang tidak rata ini. Di beberapa titik, jalanan bahkan hanya berupa jalur setapak yang cukup sempit, memaksa pengemudi untuk fokus penuh agar tidak terperosok ke jurang kecil di samping jalan. Kondisi jalan yang menantang ini menjadi bukti nyata akan keterpencilan desa yang kami kunjungi.

Selama di Kp. Pasisalam, kami melaksanakan berbagai macam program kerja yang telah dirancang sebelumnya. Pada hari pertama sebelum melaksanakan program, kami melaksanakan acara pembukaan bersama masyarakat Kp. Pasirsalam beserta perangkat desa atau tokoh-tokoh masyarakat. Setelah itu, setiap divisi kebanyakan melakukan sosial mapping terlebih dahulu. Pada pagi sampai siang divisi yang saya ikuti yaitu divisi Sosial & Kesehatan juga melakukan sosial mapping untuk menentukan lokasi pelaksanaan program dan menyiapkan alat-alat yang digunakan untuk program.

Selama sepuluh hari penuh, kami menjalani hari-hari yang padat dengan berbagai aktivitas. Setiap divisi memiliki program unggulan yang saling melengkapi. Divisi lingkungan, misalnya, tak hanya sibuk membuat eco-enzym, tetapi juga menjelajahi desa untuk mencari potensi wisata baru. Mereka pun aktif memasang penanda jalan dan menggelar FGD untuk pengembangan desa wisata Pantai Goa Gede. Sementara itu, divisi pendidikan fokus pada peningkatan kualitas pendidikan anak-anak melalui program Garda Saba Sakola, Cendekia Class, dan workshop mendongeng. Divisi sosial dan kesehatan dengan pelayanan kesehatan gratis, seminar parenting, gelar literasi, film edukasi, dan pesta rakyat. Setiap harinya, kami dihadapkan pada tantangan baru yang harus diatasi bersama.

Di balik semua tantangan, kami juga merasakan kepuasan yang luar biasa ketika melihat hasil kerja kami. Senyum anak-anak dan orang tua yang mengikuti workshop mendongeng, antusiasme warga desa dalam kegiatan gotong royong dan cek kesehatan gratis, serta keberhasilan menemukan potensi wisata baru adalah bukti nyata bahwa upaya kami tidak sia-sia. Kolaborasi menjadi kunci keberhasilan kegiatan volunteer kami. Meskipun setiap divisi memiliki program unggulan masing-masing, namun kami selalu bekerja sama untuk mencapai tujuan yang sama. Beragam kegiatan ini tidak hanya bermanfaat bagi masyarakat desa, tetapi juga memberikan pengalaman yang tak terlupakan bagi kami para relawan.

Puncak dari seluruh rangkaian kegiatan adalah pesta rakyat yang meriah. Setelah berhari-hari berlatih, anak-anak desa akhirnya tampil dengan percaya diri di atas panggung. Tarian-tarian tradisional dan modern yang mereka bawakan berhasil memukau seluruh penonton. Sorak sorai penonton semakin menambah semangat mereka. Tak hanya itu, pertunjukan pencak silat, tari Manuk Dadali, dan tari Wonderland juga berhasil memukau penonton. Malam itu, seluruh warga desa tumpah ruah untuk menyaksikan pentas seni yang luar biasa ini. Suasana haru terasa saat lagu ‘Mamah Kaulah Bintang’ dinyanyikan. Lagu ini seolah menjadi pengingat akan kasih sayang seorang ibu dan ikatan batin yang terjalin antara kami dan warga desa. Di akhir acara, kami saling berpelukan dan mengucapkan salam perpisahan. Rasa bahagia, sedih, dan haru bercampur menjadi satu. Malam itu, kami menyadari bahwa pengalaman berharga ini akan selalu terkenang dalam hati.

Pesta rakyat yang kami gelar menjadi penutup yang manis dari kegiatan volunteer kami. Setelah berhari-hari berlatih, acara ini berhasil terlaksana dengan meriah. Semua persiapan, mulai dari dekorasi panggung hingga kostum penampilan anak-anak, berjalan dengan lancar. Keberhasilan acara ini tidak lepas dari kerja sama yang baik antara kami dan warga desa. Melalui pentas seni, kami tidak hanya memberikan hiburan bagi warga desa, tetapi juga belajar banyak hal tentang pentingnya kerja sama tim, manajemen waktu, dan komunikasi. Kami juga belajar tentang keberagaman budaya dan seni. Pengalaman ini telah membuka mata kami akan banyak hal dan memberikan kami motivasi untuk terus berkontribusi bagi masyarakat. Saat kami mengucapkan salam perpisahan, kami merasa telah tumbuh sebagai individu yang lebih baik. Malam itu dari Garda Bersama Desa memberikan pesan kepada orang tua bahwa anak-anak memiliki banyak potensi untuk kita bimbing. Membimbing anak dengan bersama-sama melestarikan literasi. Sehingga harapannya Garda menginspirasi generasi muda untuk terus melestarikan budaya, seni dan aktivitas literasi.

Perjalanan pulang terasa begitu cepat. Kami masih belum percaya bahwa petualangan selama sepuluh hari telah berakhir. Setelah beristirahat sejenak di Saung Garda, kami memutuskan untuk mengunjungi Curug Kanteh. Keindahan alamnya yang masih asri membuat kami takjub, Air terjun yang menyegarkan dan udara pegunungan yang sejuk membuat kami merasa betah berlama-lama di sana. Perjalanan ini tidak hanya memberikan pengalaman yang tak terlupakan, tetapi juga memperkaya pengetahuan dan wawasan kami

Perpisahan adalah hal yang tak terelakkan. Setelah sepuluh hari bersama, kami harus kembali ke rutinitas masing-masing. Meskipun berat, aku merasa sangat bersyukur telah menjadi bagian dari kegiatan ini. Aku berharap kegiatan serupa dapat terus dilakukan di masa mendatang. Semoga silaturahmi yang telah terjalin dapat terus terjaga.

Perjalananku sebagai volunteer di Tanah kelahiranku telah usai. Aku berharap dapat mengikuti kegiatan semacam ini lagi di lain waktu dan kesempatan. Karena dengan mengikuti kegiatan volunteer ini, aku dapat berbagi kegembiraan sekaligus mengamalkan ilmu yang aku miliki selama pernah mengikuti kegiatan. Sekian ceritaku sebagai volunteer pada kegiatan Pengabdian masyarakat Garda Bersama Desa batch 4. Sungguh pengalaman yang tak bisa dilupakan.

Berikut dokumentasi volunteer pengabdian di Kp. Pasirsalam Desa Cilograng:

Penulis : Nurhidayatillah

Editor : Sri Dewi Patimah

Tinggalkan Balasan