Ditulis oleh Eulis Nur Laila
Disunting oleh Ervin Mardiana
Salah satu impianku sejak kecil adalah tinggal di sebuah tempat terpencil. Di pelosok negeri, jauh dari hingar bingar perkotaan. Lebih baik lagi kalau bisa sambil mengabdikan diri. Terbayang sangat menyenangkan, aku ingin kesempatan itu datang padaku walau sebentar.
Pagi ini, kutulis sebuah petualangan yang terkemas seperti sebuah kenangan. Saat aku membuka pintu, mataku di sambut senyum hangat serta sapaan masyarakat sekitar. Anak-anak kecil satu per satu mendatangiku untuk sekadar memeluk, memanggil namaku.
Tanganku yang minimalis dituntun oleh beberapa tangan kecil menuju sekolah usang yang diselimuti keceriaan dan antusias anak-anak. Tidak terhitung canda tawa di sana. Mendampingi mereka belajar berhitung, membaca, dan menulis. Kebahagiaan yang mereka rasakan seperti mengalir ke dalam jiwaku. Senang rasanya.
Imajinasiku begitu liar ketika membayangkan diriku mengikuti pengabdian. Banyak hal yang memenuhi kepalaku tentang tempat itu. Akan tetapi, itu semua hanya khayal belaka. Kenyataannya, aku masih duduk di dalam kamarku, bersama buku yang penuh dengan tulisan segala keinginan. Seperti ditampar realita bahwa aku hanya anak bontot yang serba dibatasi. Sebelum impian itu terwujud, aku harus memenuhi segala ekspektasi keluargaku terlebih dahulu. Kuhentikan sejenak imajinasiku tentang tempat terpencil, kembali kepada realita bahwa aku masih harus belajar.